Deskripsi Kegiatan :
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy merupakan unit pelaksana teknis di bawah Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang didirikan sejak tahun 1969. BBWS Citanduy bertugas mengelola wilayah sungai Citanduy yang meliputi dua provinsi, yaitu Jawa Barat dan Jawa Tengah bagian selatan, sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia tentang Penetapan Wilayah Sungai No 04/PRT/M/2015 (kode WS 02.10 A2). Secara administrasi, Wilayah Sungai Citanduy mencakup 10 kabupaten dan 2 kota. Cakupan kerja BBWS Citanduy meliputi pengelolaan sumber daya air, pengendalian banjir, dan penyediaan air irigasi untuk mendukung ketahanan pangan.
BBWS Citanduy BBWS Citanduy menghadapi beberapa isu strategis yaitu:
1 Sedimentasi Segara Anakan Terjadi penurunan luas laguna Segara Anakan, yang merupakan muara dari sungai-sungai dalam wilayah sungai Citanduy, akibat sedimentasi. Berdasarkan kajian hidrolik, luas laguna ini menyusut dari 6.450 hektar pada tahun 1900 menjadi sekitar 400 hektar pada tahun 2023. Dampak penyusutan tersebut antara lain penyempitan di celah Plawangan yang menghubungkan Segara Anakan dengan laut, sehingga menghambat aliran sungai, menyebabkan luapan air, dan menimbulkan banjir. Upaya penanganan melalui Proyek Konservasi dan Pengembangan Segara Anakan (1997-2005) didanai oleh Asian Development Bank (ADB) berhasil mengeruk 9,3 juta m³ sedimentasi dan melakukan pengalihan Sungai Cikonde ke Cimeneng. Namun, proyek ini tidak sepenuhnya berhasil dalam mencapai konservasi ekosistem yang berkelanjutan.
2 Ketahanan Pangan Pentingnya pengamanan produksi beras dalam menghadapi perubahan iklim ekstrem menjadi isu utama di BBWS Citanduy. Penyediaan air irigasi dalam kualitas dan kuantitas yang memadai menjadi faktor penting dalam menunjang ketahanan pangan, terutama di bendungan Matenggeng yang akan selesai amdal pada Desember 2024.
3 Penurunan Fungsi Sarana dan Prasarana Irigasi Penurunan fungsi jaringan irigasi menyebabkan gangguan distribusi air, terutama saat musim kemarau. Oleh karena itu, diperlukan rehabilitasi dan peningkatan kapasitas infrastruktur irigasi. Proyek rehabilitasi Daerah Irigasi (DI) Manganti yang berlangsung sejak 2022 hingga 2024 dengan anggaran Rp 390 miliar bertujuan untuk meningkatkan kapasitas layanan air irigasi hingga 26.153 hektar. Upaya ini berhasil meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) dari 169% menjadi 220%.
4. Rawan Banjir Masih terdapat tiga titik banjir di Wilayah Sungai Citanduy yang belum teratasi, yaitu di bagian hulu (Sukaresik dan Panumbangan), bagian tengah (Lakbok), dan bagian hilir (Kabupaten Cilacap dan Pangandaran).
5. Penanganan dan Solusi Sedimentasi Segara Anakan yakni Upaya penanganan lanjutan meliputi pembangunan check dam di hulu Sungai Citanduy, infrastruktur pengaman pantai, dan pengerukan sedimentasi di muara Sungai Citanduy. Rencana pembangunan ke depan mencakup pembangunan sudetan di muara, bendung gerak untuk ketersediaan air baku, dan perluasan check dam dengan anggaran sekitar Rp 18 miliar.
6. Modernisasi Irigasi Pengelolaan DI Manganti telah menerapkan konsep Smart Irrigation dengan digitalisasi melalui sistem kecerdasan buatan (AI) dan jaringan fiber optic. Sistem ini memungkinkan pengoperasian pintu air dari command center selama 24 jam dengan monitoring real-time, sehingga mengurangi potensi kehilangan air dan meningkatkan efisiensi penggunaan air. Beberapa instrumen digital yang dipasang di lapangan antara lain sensor ketinggian air otomatis, CCTV, dan aktuator pada pintu irigasi.
7. Kendala dan Solusi Digitalisasi BBWS Citanduy menghadapi beberapa tantangan dalam implementasi digitalisasi, di antaranya:
Efisiensi: Sebelum digitalisasi, pengisian data secara manual memakan waktu hingga 14 hari, namun kini dengan aplikasi Smopi, proses ini hanya membutuhkan 7 hari.
Monitoring: Monitoring manual digantikan dengan pemantauan real-time yang terintegrasi dalam dashboard digital, sehingga pengoperasian pintu air lebih efektif dan efisien.
Pemetaan Kebutuhan Air: Digitalisasi mempermudah proses perhitungan kebutuhan air melalui DSS (Decision Support System), yang lebih akurat dan cepat.
8. Isu Lokal dan Nasional Dalam pengembangan DI Manganti, terdapat isu sosial seperti penolakan masyarakat lokal terhadap beberapa proyek, serta perlunya koordinasi lintas provinsi karena sungai Citanduy melewati Jawa Barat dan Jawa Tengah. Untuk itu, sinergi antara kementerian, dinas terkait, dan OPD kedua provinsi sangat diperlukan.
9. Command Center dan Pengoperasian DI Manganti Pengelolaan DI Manganti telah menggunakan skema pengaturan digital yang menyesuaikan dengan debit air aktual dan rencana. Sistem ini memberikan peringatan otomatis saat terjadi kelebihan air, sehingga pintu air akan menutup secara otomatis sesuai kebutuhan. Selain itu, pengelolaan data dan pengisian form blanko dilakukan secara rutin setiap dua minggu oleh GP3A, yang dipantau oleh UPI DI Manganti.
Kesimpulan BBWS Citanduy terus berupaya dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya air melalui modernisasi infrastruktur, digitalisasi sistem irigasi, dan upaya konservasi lingkungan yang berkelanjutan. Dengan dukungan dan sinergi lintas sektor, diharapkan seluruh permasalahan yang ada dapat teratasi dengan baik demi tercapainya ketahanan pangan dan pengelolaan sumber daya air yang optimal di wilayah sungai Citanduy.