Webinar Policy Paper Single Management Irrigation sebagai Masukan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Irigasi


Deskripsi Kegiatan :

Pembangunan bidang kedaulatan pangan dan pengentasan kemiskinan perdesaan merupakan salah satu dari sembilan agenda prioritas pembangunan nasional (Nawacita) yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 (RPJMN 2015-2019) melalui perwujudan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Hal tersebut diwujudkan melalui strategi peningkatan kapasitas produksi pertanian dan peningkatan layanan jaringan irigasi. Melanjutkan RPJMN 2015-2019, RPJMN 2020-2024 menetapkan 18 Waduk Multiguna dan Modernisasi Irigasi sebagai salah satu Proyek Prioritas Strategis (Major Project) dalam rangka meningkatkan kapasitas tampungan air untuk pemenuhan berbagai kebutuhan. Dalam rangka mendukung ketahanan pangan, arah kebijakan optimalisasi waduk multiguna dan modernisasi irigasi adalah peningkatan efisiensi dan kinerja sistem irigasi, dan penyediaan air untuk komoditas pertanian bernilai tinggi. Modernisasi irigasi dilaksanakan melalui pendekatan 5 (lima) pilar yaitu: meningkatkan keandalan penyediaan air, prasarana, manajemen irigasi, lembaga, dan sumber daya manusia.

Pengelolaan sumber daya air untuk mendukung ketahanan pangan dan nutrisi dihadapkan pada rendahnya kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi, yang antara lain disebabkan oleh belum optimalnya sistem pemantauan dan pencatatan kerusakan infrastruktur dan pemanfaatan air secara online dan real time. Kinerja sistem irigasi juga masih rendah, sehingga berdampak pada rendahnya efisiensi air irigasi. Upaya penyediaan infrastruktur irigasi belum diselaraskan dengan lahan pertanian baru. Secara lebih detail, beberapa isu dan permasalahan yang masih sering dijumpai dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi diantaranya: a) belum sinerginya jaringan irigasi antara saluran primer, sekunder, dan tersier; b) meningkatnya konflik air irigasi; c) pelaksanaan tata tanam tanpa memperhatikan kondisi pengelolaan air, d) hasil konstruksi tidak diikuti manajemen aset karena kurangnya alokasi anggaran; dan e) belum optimalnya pemberdayaan, penguatan dan partisipasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).

Surat Seskab No B-195/Seskab/Ekon/4/2017 tertanggal 4 April 2017 perihal Tindak Lanjut Arahan Presiden Pada Rapat Terbatas Tanggal 14 Maret 2017, secara garis besar menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya air khususnya dalam pengelolaan dan pengembangan sistem irigasi menggunakan prinsip manajemen tunggal (single management) dengan sinergitas antara Kementerian Perencanaan Pembangunan/Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan Kementerian Dalam Negeri dalam merencanakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang terintegrasi, yang mengikutsertakan pemerintah daerah, agar terwujud kesamaan pemahaman mengenai pengelolaan dan pengembangan sistem irigasi yang berbasis Single Management dengan memanfaatkan teknologi informasi geospasial (sebagaimana dalam kebijakan satu peta / one map policy). Dengan demikian konseptual dan implementasi single manajemen irigasi harus memperhatikan isu pengaturan pembagian kewenangan irigasi dan juga konsep dan pelaksanaan modernisasi irigasi.

Direktorat Pengairan dan Irigasi, Bappenas pada tahun 2020 telah menyusun Naskah Kebijakan (Policy Paper) “Pengelolaan Satu Kesatuan Sistem Irigasi (Single Management Irrigation/SMI)” yang dihasilkan melalui beberapa survey lapangan dan serangkaian focus group discussion (FGD) serta workshop bersama berbagai instansi terkait dan akademisi dari perguruan tinggi. Dalam rangka mempertajam dan memperkaya khasanah policy paper SMI dengan harapan dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dan masukan dalam penyusunan Rancangan Peraturan  Pemerintah (RPP) Irigasi sebagai salah satu amanah dari Undang Undang Nomor  17  Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, pada tanggal 25 Maret 2021, Direktorat Pengairan dan Irigasi, Bappenas menyelenggarakan webinar dengan topik “Single Management Irigasi Sebagai Masukan dalam RPP Irigasi”.

Webinar tersebut dimulai dengan sambutan pembuka dari Direktur Pengairan dan Irigasi Bappenas, Abdul Malik Sadat, S.T, M.Eng., kemudian dilanjutkan dengan pemaparan konsep pemikiran terkait SMI oleh Narasumber:

1. Mohammad Zainal Fatah

    Sekretaris Jenderal, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

    “Overview Single Management Irrigation (SMI) dalam Modernisasi Irigasi di Indonesia”

2. Suparji, S.ST, M.T.

    Direktur Irigasi dan Rawa, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

    “Konseptual Single Management Irrigation (SMI)”

3. Dr. Ir. Budi Santoso Wignyosukarto, Dip.HE.

    Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Aset, Universitas Gajah Mada

    "Konsep Pengelolaan Irigasi Terpadu Berbasis Supply and Demand Driven (Single Management Irrigation)”

4. Edison Siagian, ME.

    Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I, Kementerian Dalam Negeri

    “Single Management Irrigation dalam Perspektif Urusan Pemerintahan Konkuren”

5. Lilik Retno C, M.A.

    Direktur Bina Operasi dan Pemeliharaan, Kementerian PUPR

    “Strategi Implementasi Operasionalisasi dan Pemeliharaan Irigasi untuk Mendukung Single Management Irrigation

 

Setelah pemaparan materi dari Narasumber selesai, kemudian dilanjutkan dengan tanggapan dari Penanggap :

1. Moch Amron

    Dewan Sumber Daya Air Nasional

2. Rahmanto, M.Sc.

    Direktur Irigasi Pertanian, Kementerian Pertanian

3. Tulus Hutagalung, M.T.

    Asisten Deputi Perencanaan Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi, Kementerian Koordinator Perekonomian

Webinar tersebut dipandu oleh Koordinator Pendayagunaan Sumber Daya Air, Direktorat Pengairan dan Irigasi, Bappenas, Ir. Juari, M.E.

Pelaksanaan webinar tersebut diikuti oleh perwakilan dari beberapa instansi:

  1. Pemerintah Pusat : Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Dalam Negeri;
  2. Pemerintah Daerah : Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi, dan Dinas Pertanian Provinsi;
  3. Universitas : Fakultas Teknogi Pertanian UGM, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Fakultas Teknik Universitas Andalas, dan Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjajaran);
  4. Konsultan : Konsultan IPDMIP, Kementerian PUPR, Konsultan ISAI Ditjen Bina Bangda, Kementerian Dalam Negeri, Konsultan Pendukung IPDMIP, Kementerian Pertanian, dan Konsultan SIMURP.
  5. Developing Partner : ADB Representative, IFAD Representative, World Bank Representative, JICA Repersentative, INACID, dan Mercy Corps Indonesia.
  6. NGO : LP3ES – Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, SKEPHI – Sekretariat Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia, KAI – Kemitraan Air Indonesia, PDP – Pusat Dinamika Pembangunan Universitas Padjajaran, PSI – Pusat Studi Irigasi Universitas Andalas, dan MPA – Masyarakat Peduli Air.
  7. Pakar dan pemerhati irigasi pertanian : Prof. Dr. Ir. Sigit Supadmo Arif, M.Eng, Prof. Ir. Indratmo Soekarno, M.Sc, Ph.D, Dr. Latief Mahir Rachman, M.Sc, Dr. Ir. Murtiningrum, M.Eng, Rahmat Suria Lubis, ST, MT, dan Ir. Djito, SP1.

Direktur Pengairan dan Irigasi Bappenas, menyampaikan dalam paparan pembuka bahwa Undang Undang 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air mengamanahkan bahwa meskipun dalam hal pengembangan dan pengelolaan irigasi dilakukan dengan pendekatan satu kesatuan sistem irigasi, akan tetapi tetap terdapat leveling organisasi pemerintahan di dalamnya, dimana dinyatakan bahwa dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Pusat bertugas “mengembangkan dan mengelola sistem irigasi sebagai satu kesatuan sistem pada daerah irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Begitupun Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bertugas “mengembangkan dan mengelola sistem irigasi sebagai satu kesatuan sistem pada daerah irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pemenuhan air bagi kebutuhan irigasi untuk pertanian rakyat merupakan urutan prioritas kedua setelah pemenuhan air bagi kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat. Hal penting mendasar yang perlu diperhatikan bersama adalah tentang “siapa sebenarnya basic customer (by name by adress) dari layanan irigasi yang disediakan oleh Pemerintah, mengingat UU 17/2019 mendefinisikan bahwa dengan "pertanian  rakyat"  adalah  budi  daya pertanian  yang  meliputi  berbagai  komoditas,  yaitu pertanian tanaman  pangan,  perikanan,  peternakan,  perkebunan,  dan kehutanan  yang  dikelola oleh  rakyat  dengan  luas  tertentu yang  kebutuhan airnya tidak  lebih  dari dua  liter  per detik per kepala keluarga. Sedangkan untuk kebutuhan irigasi bagi perusahaan pertanian yang berorientasi bisnis maka diperlukan skema yang jelas terkait pemungutan Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air (BJPSDA). Sudahkah kita memiliki teknologi terkait hal ini (menghitung penggunaan air oleh setiap water user).

Selain pemakai air secara indvidu, kelompok masyarakat pemakai air misalnya Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang selama ini merupakan pengguna air irigasi secara nyata, perlu dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pengembangan dan pengelolaan irigasi. Pelibatan tersebut tidak hanya sebagai objek tapi juga sebagai subjek yang bisa secara aktif melalui prinsip partisipatif berperan dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi (pasokan air, distribusi air, forum koordinasi, dan kegiatan lainnya).

Investasi pemerintah ditujukan sebagai layanan irigasi bagi petani dalam rangka menjamin produksi padi/pangan. Secara kelembagaan, sebagian besar daerah irigasi berada pada kewenangan Pemerintah Daerah, akan tetapi besaran pengeluaran (investasi) Pemerintah terhadap irigasi kewenangan Daerah (salah satunya melalui DAK) hanya sekitar 25% dibandingkan investasi Pemerintah terhadap daerah irigasi kewenangan Pusat. Mengingat keterbatasan fiskal Daerah, maka besaran dan keberlanjutan investasi Pemerintah terhadap irigasi kewenangan Daerah perlu diperhatikan.

Indikator keberhasilan dari single manajemen irigasi adalah produktivitas air dan efisiensi penggunaan air. Hal ini membutuhkan pendekatan pemikiran bahwa SMI juga harus memikirkan bahwa sistem irigasi merupakan satu kesatuan dengan pengelolaan wilayah sungai, mengingat selain menjamin ketersediaan air untuk pertanian, sistem irigasi juga memiliki tanggung jawab lingkungan.

Dalam rangka menjamin tercapainya SMI dibutuhkan struktur kelembagaan yang baik dimana terdapat rolesharing yang jelas dari setiap instansi terkait (termasuk dunia usaha), baik dari institusi pendukung untuk terjaminnya ketersediaan air, dan juga institusi pelaksana SMI. Hal ini semua akan dipersatukan melalui kesepahaman, salah satunya melalui pengembangan informasi berbasis daerah irigasi. Suatu peraturan perundangan yang dapat memayungi ini semua sangat diperlukan.

 

SESI PAPARAN OLEH NARASUMBER

1. Mohammad Zainal Fatah

    Sekretaris Jenderal, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

    Secara garis besar disampaikan tentang hal-hal yang melatarbelakangi lahirnya terminologi konsep Single Management Irigasi dan arahan           Presiden terkait Single Management Irigasi.

     Secara lebih detail, hal-hal yang disampaikan adalah :

  1. Sejak sensus pertanian tahun 2013 data terkait produksi pangan mengalami diskrepansi (perbedaan) yang cukup signifikan. Hal tersebut mendorong pembahasan tentang kebijakan pangan (khususnya produksi padi) menjadi perhatian yang sangat masif dalam rapat rapat koordinasi antar kementerian dan juga sidang kabinet atau rapat terbatas. Perbedaan data tersebut sampai mengerucut pada pertanyaan “apakah data tentang produksi padi sudah valid.?.
  2. Kondisi ini menciptakan kekhawatiran bersama, sehingga kemudian dilakukan ground checking (meliputi luas tanam, produksi dan produktivitas padi) untuk mengetahui seperti apa sebenarnya realisasi yang terjadi di lapangan. Berdasarkan hasil ground checking di lapangan didapat kesimpulan bahwa ada permasalahan dalam pengelolaan irigasi.
  3. Pada saat itu Pemerintah memiliki kebijakan pengelolaan irigasi yang tersebar (tidak dalam satu kementerian), dimana Kementerian PUPR memiliki unit Direktorat Irigasi dan Rawa, demikian juga Kementerian Pertanian juga memiliki unit Direktorat Irigasi. Komunikasi publik saat itu menghadirkan suasana dimana seolah olah Kementerian PUPR dan Kementerian Pertanian bergerak pada area yang berbeda dalam hal pengelolaan irigasi. Seringkali dijumpai pernyataan seperti: “ada irigasi tetapi tidak ada lahan pertanian”, atau “ada perbaikan saluran sekunder akan tetapi tidak ada main system (saluran primer dan sekunder)”, dan juga “ada main system yang diintervensi oleh suplesi dengan menggunakan pompa langsung dari sungai”.
  4. Dalam suatu Kunjungan lapangan Menteri Koordinator Perekonomian bersama Gubernur Jawa Timur di salah satu daerah irigasi kewenangan provinsi yang terletak di Sidoarjo menemukan bahwa terdapat saluran tersier yang baru saja diselesaikan perbaikannya, dengan kondisi:
  • banyak dijebol oleh masyarakat karena masyarakat yang dulunya bisa memperoleh air dari titik titik tertentu, sekarang (setelah perbaikan saluran tersier) petani tidak lagi dapat memperoleh air.
  • dibagian hilir saluran tersier tersebut tidak terdapat saluran atau sistem drainase (saluran pembuang) sehingga pada saat terjadi hujan, maka daerah tersebut banjir.
  • disekitar lokasi tersebut terdapat saluran drainase, akan tetapi lokasinya (elevasinya) lebih tinggi dari saluran tersier.
  1. Sidang Kabinet, tanggal 14 Maret 2017
  • Gubernur Jawa Timur menyampaikan secara tegas bahwa pekerjaan irigasi harus dialihkan kembali kepada Kementerian PUPR supaya tidak ada pekerjaan irigasi yang tidak terhubung antara hulu dan hilir;
  • Gubernur Jawa Timur secara eksplisit memperkenalkan istilah “Single Management dalam pengelolaan irigasi” dalam Sidang Kabinet ini ;
  • Secara prinsip single management merupakan pengelolaan irigasi untuk menjawab dan menyelesaikan permasalahan irigasi yang dijumpai di lapangan saat itu.
  • Terminologi single management menemukan momentumnya karena sebelum Sidang Kabinet tersebut, Gubernur Gubernur (bahkan Gubernur Aceh menyatakan sebagai wakil dari forum Gubernur se-Pulau Sumatera) bersurat ke Pemerintah Pusat yang secara prinsip menanyakan “apakah pengelolaan irigasi akan tetap dibiarkan seperti yang sudah ada, ataukah akan dipindahkan kedalam ‘satu tangan’”.
  1. Berdasarkan penjelasan dari Seskab, bahwa yang dimaksud oleh Presiden tentang Single Management Irigasi adalah lebih kepada alokasi uang untuk kegiatan irigasi jangan diecer-ecer. Dengan demikian kunci utama SMI pada waktu itu adalah mendorong konsolidasi kegiatan keirigasian di lapangan (tidak diecer ecer di Kementerian). Hal ini salah satunya dilatarbelakangi karena Kementerian Kementerian terkait dianggap tidak melakukan koordinasi yang cukup sehingga intervensi dari masing masing institusi tidak konvergen (fokus) pada lokasi yang saling mendukung.
  2. Kemudian selanjutnya berkembang bagaimana kontekstualisasi SMI ini ke dalam pengelolaan irigasi secara utuh. Sejalan dengan yang disampaikan oleh Direktur Pengairan dan Irigasi, Bappenas bahwa SMI bukan hanya tentang bagaimana alokasi pengelolaan irigasi dijadikan satu, akan tetapi memastikan bahwa semuanya konvergen menuju satu titik yang sama baik dari sisi lokus kegiatan ataupun tujuan tujuan tertentu yang menjadi konsensus bersama. Jika konsolidasi dan koordinasi dapat dilaksanakan dengan baik, maka sekalipun alokasi untuk irigasi tersebar dibeberapa institusi, tujuan SMI tetap akan dapat tercapai. Dengan demikian, SMI perlu diposisikan dalam kerangka yang lebih luas dalam pengelolaan irigasi sehingga dapat menemukan bentuk yang lebih tepat untuk mendukung pengelolaan irigasi yang lebih baik dimasa depan.
  3. Hal lain dalam pengelolaan irigasi yang juga penting adalah mekanisme Tugas Pembantuan (TP) yang merupakan opsi kebijakan untuk memastikan bahwa layanan keirigasian memang lebih dekat kepada yang dilayani. Pemencaran kewenangan dalam pengelolaan irigasi termasuk ke BUMN (misalnya PJT) perlu untuk dicermati dan dirumuskan kembali jika memang dibutuhkan dalam rangka pengelolaan irigasi yang semakin baik.

 

2. Dery Indrawan

    Balai Teknik Irigasi, Kementerian PUPR

Secara garis besar disampaikan hal-hal terkait dengan konsep Satu Kesatuan Pengelolaan Sistem Irigasi meliputi dasar hukum single              manajemen irigasi (SMI); permasalahan permasalahan dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi; dan usulan konsep SMI. Secara lebih detail, hal hal yang disampaikan adalah :

  1. Dasar hukum single manajemen irigasi (SMI)
  • Surat Sekretaris Kabinet NO. B 195/ Seskab Ekon /4/2017, tanggal 4 April 2017. Arahan dan Petunjuk Presiden dalam Rapat Terbatas tanggal 14 Maret 2017 mengenai pengelolaan sumber daya air khususnya dalam pengelolaan dan pengembangan sistem irigasi menggunakan prinsip satu manajemen (single management) yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
  • UU 17/2019 tentang Sumber Daya Air, Pasal 10 huruf i : “mengembangkan dan mengelola sistem irigasi sebagai satu kesatuan sistem pada daerah irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat”.

Yang dimaksud dengan mengelola sistem irigasi "adalah pengelolaan jaringan irigasi yang meliputi kegiatan operasi , pemeliharaan , dan rehabilitasi jaringan irigasi di daerah irigasi.

Sistem irigasi sebagai satu kesatuan sistem adalah kesatuan sistem irigasi primer, sekunder, dan tersier yang mencakup keandalan penyediaan air irigasi, prasarana irigasi, manajemen irigasi, lembaga pengelola irigasi, dan sumber daya manusia.

  1. Permasalahan di lapangan:
  • Pelaksanaan tanam tidak memperhatikan RTTG dan RTTR
  • Belum ada database yang terintegrasi
  • Pemberdayaan P3A belum menjadi prioritas
  • Anggaran PPSI belum mencukupi
  1. Prinsip SMI bertujuan untuk mewujudkan kemanfaatan air bidang pertanian yang diselenggarakan secara pastisipatif untuk keandalan air dengan sinergi antar stakeholder.
  2. Alur kelembagaan saat ini PUPR mengatur pada jaringan primer, sekunder sementara pertanian di jaringan tersier. Sehingga ada dua jalur perencanaan yang berbeda dan terjadi tumpang tindih. Sehingga pada beberapa kondisi air dari hulu tidak sampai ke jaringan tersier.

Usulan opsi: adanya Unit Pengelola Irigasi (UPI) di tingkat B/BWS dengan scope jaringan primer sampai dengan tersier. (masih perlu dikaji pro-kontranya).

  1. Terkait kelembagaan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, OP, dan evaluasi dilakukan dalam satu institusi.

 

3. Dr. Ir. Budi Santoso Wignyosukarto, Dip.HE.

    Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Aset, Universitas Gajah Mada

Secara garis besar disampaikan hal-hal terkait Konsep Pengelolaan Irigasi Terpadu Berbasis Supply and Demand Driven (Single Management Irrigation). Secara lebih detail, hal hal yang disampaikan adalah :

  1. Pengelolaan sumberdaya air penting karena berkaitan dengan beberapa hal diantaranya:
  • Peningkatan pertumbuhan penduduk sehingga meningkatkan kebutuhan air rumah tangga, air irigasi, bahan baku industri, peningkatan poluasi, peningkatan kompetisi pengguna air, perubahan tata guna lahan, kelangkaan air.
  • Perubahan iklim.
  • Air sebagai penghubung banyak sektor.
  1. Tingkatan Pengelolaan SDA: tingkat teknis, tingkat manajemen, dan tingkat integratif.
  2. Infrastruktur berkelanjutan: Supply side demand; Demand side management; dan Kerangka kerja yang komprehensif.
  3. Demand response: masing-masing memiliki tingkat kebutuhan berbeda: lama genangan, pola tanam, kemampuan menampung hujan.
  4. Dimensi Kelangkaan Air: ketersediaan, kualitas, biaya, dan aksesibilitas.
  5. Perlu konsolidasi dalam menangani irigasi ini terutama manajemen baik pusat maupun daerah.
  6. Secara teknis seperti pembangunan dan OP sudah sering diperhatikan akan tetapi untuk level manajemen kurang baik.
  7. Nilai ekonomi irigasi dengan alokasi air yang besar dinilai sangat kurang tetapi memiliki nilai sosial yang tinggi.
  8. Edison Siagian, ME.

Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I, Kementerian Dalam Negeri

Secara garis besar disampaikan hal-hal terkait Single Management Irrigation dalam perspektif urusan pemerintahan konkuren. Secara lebih detail, hal hal yang disampaikan adalah :

  1. Terkait pemerintah daerah tentang irigasi diatur dalam UU 23/14 tentang pemerintah daerah, UU 17/19 tentang SDA, dan UU 11/20 tentang cipta kerja. Pembagian kewenangan daerah irigasi berdasarkan luasan diatur dalam UU 23/2014.
  2. Pada bidang pertanian: sarana prasarana pertanian juga mengatur tentang irigasi dan ada pembagian peran pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
  3. Dasar hukum:
  • UU 17/2019 tentang Sumber Daya Air. Terutama terkait dengan pembagian berdasarkan wilayah sungai. Status daerah irigasi ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
  • UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Mengunci pengelolaan SDA oleh Pemda sesuai dengan NSPK yg ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
  1. SMI kontribusi dari semua pihak terkait baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat.
  2. Penganggaran irigasi dalam urusan pemerintahan konkuren: Harus tergambar dalam tata ruang, Lingkungan hidup, Pekerjaan Umum, Pertanian: penatapan LP2B, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.

SMI perlu konsolidasi antara bidang antara lain, Pekerjaan Umum, Pertanian, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, LHK, dan Tata Ruang.

 

4. Lilik Retno C, M.A.

    Direktur Bina Operasi dan Pemeliharaan, Kementerian PUPR

    Beberapa hal yang disampaikan :

  1. Isu Dalam Sidang JR UU 7/2004 yaitu Negara tidak hadir atau tidak berpihak/melindungi rakyat kecil dalam konflik dan pelanggaran hukum.
  2. Pengawasan dan pengendalian air oleh negara mutlak dan memungkinkan pengusaha melakukan pengusahaan atas air dengan syarat yang ketat.
  3. Single management Irrigation seyogyanya mampu mengatasi ketidaksesuaian yang timbul antara pengelolaan lahan dan air serta membantu P3A dalam meningkatkan kapasitas dan partisipasinya dalam pengelolaan irigasi.
  4. SMI dalam pengelolaan melibatkan banyak aktor yang mengakibatkan banyak peran dan program.
  5. Adanya peraturan turunan UU SDA 17/2019 diantaranya 19 amanat PP termasuk RPP PSDA, Irigasi (akan dimasukkan unsur SMI), RPP Sumber air, RPP SPAM. Sementara turunan dari UU 11/2020 cipta kerja terkait dengan perizinan berusaha berbasis risiko.
  6. Pembinaan terhadap kelembagaan masih perlu ditingkatkan: UPI menjadi salah satu cara pemerintah untuk dekat dengan P3A.
  7. Dalam penyusunan RPP Irigasi perlu mencakup cakupan irigasi yang meliputi berbagai komoditas dan konsep pembagian kewenangan daerah irigasi. Menurut UU SDA 17/19 Pertanian rakyat Adalah budidaya pertanian yang meliputi berbagai komoditas, yaitu pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan, perkebunan, dan kehutanan yang dikelola oleh rakyat dengan luas tertentu yang kebutuhan airnya tidak lebih dari dua liter per detik per kepala keluarga.
  8. SMI dalam PSSI sudah ada aturannya, namun perlu refer lagi dengan penyesuaian UU SDA 17/2019 terkait pengaturan air pasal 9: mengembangkan pengelolaan irigasi menjadi satu kesatuan sistem. Pembagian kewenagan ini yang perlu diperjelas kembali.

 

 

SESI TANGGAPAN OLEH PEMBAHAS

1. Moch Amron

    Dewan Sumber Daya Air Nasional

Beberapa hal yang disampaikan :

  1. Revitalisasi sistem penyediaan pangan diperlukan sinkronisasi dan konsolidasi.
  2. Strategi pengembangan SMI yaitu melihat kembali kondisi dan tantangan, kendala yang dihadapi, pilihan antisipasi masalah, tindakan yang diperlukan.
  3. Tantangan penyediaan pangan: pertambahan penduduk dan alih fungsi lahan sawah ketergantungan pada irigasi & ketersediaan pangan: Rasio luas lahan beririgasi dibandingkan penduduk rendah, dan penduduk yg bekerja di bidang pertanian menurun.
  4. SMI perlu disinkronkan dengan ketahanan pangan.
  5. Ketahanan pangan dan kesejahteraan petani: efektivitas penyelenggaraan irigasi, pembedayaan penyelenggara, Peningkatan kerjasama, dan sinkronisasi pengaturan.
  6. Perlunya efektivitas sistem irigasi: revitalisasi, keandalan air, prasarana, kurangi konflik, dan pelaksanaan OP.
  7. Perlunya pertimbangan opsi lain seperti BLU, korporasi dalam konsep pengembangan alur kelembagaan.

 

2. Rahmanto, M.Sc.

    Direktur Irigasi Pertanian, Kementerian Pertanian

Beberapa hal yang disampaikan :

  1. Perencanaan pangan perlu diintegrasikan dengan sumber air dan irigasinya. Perubahan kondisi iklim perlu diinformasikan dan diintegrasikan.
  2. Jika irigasi tersier tidak diagendakan pemerintah, akan menjadi kendala. Pengelolaan irigasi tersier sudah ada sejak dahulu. Yang dilakukan selama ini oleh Kementan baru rehabilitasi. Karena ini peran petani, disarankan untuk menjadi wewenang petani (untuk saluran tanah irigasi tersier).
  3. Peran petani (air dan budidaya): penentuan komoditas sesuai ketersediaan air, pengelolaan air di lahan usaha tani, OP tersier, pembangunan sarana hemat air, peningkatan kapasitas P3A, dan pembangunan sarana irigasi tambahan. Pemerintah bertugas untuk mendorong petani dan perlu identifikasi hal-hal yang perlu dukungan pemerintah. Keterlibatan pihak lain juga perlu diidentifikasi untuk mendukung.
  4. Peran irigasi Kementerian Pertanian: penyediaan irigasi tingkat usahatani (sebatas rehabilitasi jaringan tersier), optimalisasi pemanfaatan air irigasi di tingkat usaha tani, dan pembinaan P3A. Hal ini dapat dikembangkan dalam partisipasi petani.

 

3. Tulus Hutagalung, M.T.

    Asisten Deputi Perencanaan Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi, Kementerian Koordinator Perekonomian

Secara umum disampaikan tentang Aspek Penting SMI, meliputi :

  1. Satu data-satu peta.

Satu peta daerah irigasi permukaan skala 1: 5000. Kementerian PUPR sebagai walidata Satu Peta Daerah Irigasi menargetkan penyelesaian tumpang tindih kewenangan pada satu peta daerah Irigasi pada tahun 2021.

  1. Dasar hukum.
  • Tengah disusun dasar hukum SMI melalui RPP tentang pengelolaan irigasi dengan pemrakarsa Kementerian PUPR yang diharapkan dapat diundangkan paling lambat pada Bulan Juni Tahun 2021.
  • Secara parallel perlu dipercepat penyusunan rencana induk penyelenggaran SMI oleh Kementerian PPN/Bappenas dan akan dilaksanakan pembahasan dalam waktu dekat.
  • Penyusunan RPP tentang SMI perlu dipercepat dengan memperhatikan UU 17/19 dan UU 11/2020 dan dapat disusun dengan permulaan konsep melalui review PP 20/06, RPP PUPK Irigasi yang pernah disusun, Permen PUPR 12/15, dan Permen PUPR 30/15.
  • Percepatan penetapan RPP/ Rperpres melalui mekanisme Pasal 66 Perpres No. 87 tahun 2014.
  1. Konsep Pelaksanaan.
  • Kementerian PUPR bertugas dalam pembangunan/rehabilitasi jaringan irigasi Primer, sekunder, tersier dan jalan jembatan.
  • Kementan bertugas dalam dukungan penyediaan sarana prasarana dan teknologi produksi pertanian.
  • Kemendes bertugas dalam dukungan sumber daya manusia serta pembinaan BUMDes untuk pengembangan produksi pertanian.
  1. Pengalokasian anggaran untuk pembangunan atau pemeliharaan irigasi dikonsentrasikan/ dialokasikan hanya pada satu Kementerian (pada Kementerian PUPR sebagai executing agency), sehingga tidak disebar pada beberapa K/L seperti pada saat ini yang berada pada Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Desa PDTT melalui mekanisme DAK, Tugas Pembantuan, dan Bantuan Sosial. Untuk perencanaan dan penganggaran perlu sinergi antara Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri dalam merencanakan pengembangan/pengelolaan sistem irigasi yang terintegrasi.