Pengelolaan Daerah Tangkapan Air untuk Keberlanjutan Infrastruktur Sumber Daya Air: Studi Kasus di Wilayah Kerja Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas dan Bengawan Solo

Makalah ini membahas interaksi tanah dan air pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas dan Bengawan Solo di Pulau Jawa, yang merupakan wilayah kerja badan usaha milik negara (BUMN) pengelola sumber daya air, Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I. Berdasarkan kegiatan pengelolaan air yang selama ini dilakukan BUMN ini, interaksi kedua aspek ini telah dipengaruhi oleh aktifitas manusia (antrophogenic activities) yang menimbulkan dampak pada kualitas lahan dan keberadaan air permukaan. Degradasi lahan dan air di kedua DAS tersebut telah diamati sejak lama, dan dipastikan merupakan akibat perubahan tata guna lahan, pemakaian tanah secara intensif (misalnya dalam bentuk kegiatan pertanian yang menguras zat hara) atau perubahan fungsi lahan yang melampaui kapasitas daya dukungnya. Kondisi semacam ini menyebabkan kemampuan infiltrasi tanah menurun, meningkatkan limpasan permukaan, dan akhirnya menambah kelajuan erosi tanah. Peningkatan kelajuan ini akhirnya menekan ketersediaan air tawar akibat akumulasi sedimen yang mengendap di sungai maupun di waduk, sehingga mengancam keberlanjutan fungsi dan manfaat dari infrastruktur sumber daya air (SDA) di dalam DAS tersebut. Indikator penting dari degradasi lahan dan air yang ditemui pada daerah tangkapan air di bagian hulu dari kedua DAS ini adalah: 1. Fluktuasi limpasan permukaan terhadap curah hujan yang jatuh, di mana kawasan yang mengalami degradasi lahan mengalami penurunan kemampuan meresapkan air sehingga limpasan air permukaan meningkat. Hasil analisis yang membandingkan aliran masuk (inflow) Bendungan Sutami terhadap curah hujan yang jatuh di DAS Brantas Hulu menunjukkan pada tahun-tahun kering (1997 dan 2006) terjadi peningkatan nisbah limpasan permukaan sebesar 5%, sedangkan pada saat tahun basah (1993 dan 2001) peningkatan nisbah limpasan permukaan terjadi sebesar 11%. 2. Peningkatan laju erosi, di mana pada DAS Brantas Hulu secara teoritik telah mencapai 2,9 mm/tahun tidak berbeda jauh dengan analisis Kementerian

Sumber

Tahun Terbit